Makalah Hukum Internasional (sengketa pulau Falkland)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Suatu negara yang berdaulat terdapat suatu komponen acuan berdirinya suatu negara, yakni wilayah, adapun wilayah terbagi atas wilayah darat, wilayah laut dan wilayah udara. Kepemilikan wilayah suatu bangsa seringkali menimbulkan konflik antar negara-negara yang hidup berdampingan, klaim terhadap suatu daratan atau lautan adalah penyebab kedua negara yang tadinya rukun menjadi bertentangan. Konflik antar negara ada yang bisa diselesaikan dengan cara damai melalui mahkamah internasional atau perundingan kedua negara dan ada juga yang diselesaikan dengan kekerasan, yakni dengan cara perang gerilya. Salah satu sengketa internasional mengenai kepemilikan wilayah adalah antara Argentina dan Inggris yang memperebutkan kepulauan Falkland di amerika selatan yang terdiri dari dua pulau utama yakni falkland timur dan falkland barat yang luas daratannya mencapai 12. 173 km2.  Penyelesaian sengketa internasional lumayan rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama, karena sengketa internasional melibatkan dua negara yang berbeda idealis serta masing-masing negara yang merasa lebih berkuasa dari negara lain.
Mahkamah internasional (International court of justice) menjadi sebuah lembaga independent yang menjadi rujukan negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan perkaranya dalam hal sengketa internasional, mahkamah internasional dijadikan sebagai wadah untuk menyelesaikan suatu sengketa dengan cara damai dan diharapkan independensi mahkamah internasional dapat memberikan keadilan bagi dua negara yang bersengketa.


1.2  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penyelesaian sengketa antara Argentina dan Inggris terkait kepemilikan kepulauan Falkland?

1.3    Tujuan
Untuk mengetahui penyelesaian dari sengketa batas wilayah antara Argentina dan Inggris yang masih terkatung-katung tanpa kepastian hingga saat ini
1.4    Manfaat
Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai penyelesaian sengketa internasional mengenai tapal batas suatu negara, khususnya sengketa antara Argentina dan Inggris terkait kepulauan falkland.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kepulauan Falkland
2.1.1 Sejarah Kepulauan Falkland
Pada abad ke-18, Louis de Bougainville asal Perancis mendirikan pangkalan angkatan laut di Port Louis, Falkland Timur pada 1764. John Byron asal Britania, yang mengabaikan kehadiran Perancis, juga mendirikan pangkalan di Port Egmont, Falkland Barat pada 1765. Pada 1766, Perancis menjual pangkalannya ke Spanyol. Spanyol kemudian menyatakan perang terhadap Britania Raya pada 1770 untuk memperebutkan seluruh wilayah kepulauan. Perselisihan tersebut berhasil diselesaikan setahun kemudian, dengan Spanyol menguasai Falkland Timur dan Britania Raya menguasai Falkland Barat. Semasa penyerbuan Britania di Rio de la Plata, Britania mencoba untuk merebut Buenos Aires pada 1806 dan 1807, namun gagal.
Masalah ini sebenarnya belum terselesaikan hingga abad ke-19. Untuk merebut Falkland, Argentina mendirikan koloni hukum pada 1820, dan pada 1829 melantik Luis Vernet sebagai gubernur. Britania Raya kembali merebut kepulauan itu pada 1833, namun Argentina tidak mau melepas klaimnya. Sejumlah ketegangan menyebabkan Argentina menyerbunya pada 1982. Namun Britania Raya kembali berhasil merebutnya. Tidak ada orang pribumi yang tinggal di Falkland ketika bangsa Eropa datang, walaupun ada beberapa bukti yang diperdebatkan mengenai kedatangan manusia sebelumnya. Namun, bukti otentik dan fakta nya tidak kredibel.
Kemerdekaan yang diraih provinsi-provinsi jajahan Spanyol di Amerika Latin pada 1816, ternyata berbuntut panjang. Argentina, sebagai negara yang baru terbentuk, selanjutnya giat mengumpulkan pulau-pulau bekas jajahan Spanyol yang dianggap layak masuk ke wilayah kedaulatannya. Di antaranya adalah Las Malvinas yang juga diklaim milik Inggris. Pertikaian demi pertikaian pun meletus dan mencapai puncaknya pada April 1982 (perang Falkland/Malvinas).
2.1.2 Pemerintahan Kepulauan Falkland
Otoritas eksekutif berada di bawah wewenang Ratu dan menjadi mandat gubernur. Pertahanan dan keamanan merupakan tanggung jawab Britania Raya. Sebuah konstitusi disusun pada 1985. Delapan orang Dewan Legislatif dipilih setiap empat tahun. Dewan Eksekutif yang menasihati Gubernur terdiri dari Kepala Eksekutif, Sekretaris Finansial dan tiga Dewan Legislatif. Dewan Eksekutif dipimpin oleh Gubernur. Dewan Legislatif terdiri dari Kepala Eksekutif, Sekretaris Finansial dan delapan Dewan Legislatif.
Kekalahan Argentina dalam perebutan Falkland mengakibatkan runtuhnya kekuasaan diktator militer Argentina pada 1983. Pertentangan mengenai kontrol kepulauan tersebut masih berlangsung hingga kini. Pada 2001, Perdana Menteri Britania Tony Blair menjadi tokoh Britania pertama yang berkunjung ke Argentina sejak perang terjadi. Pada peringatan perang ke-22, Presiden Argentina Nestor Kirchner berpidato dengan salah satu topiknya mengenai keyakinan bahwa Kep. Falkland suatu saat akan menjadi milik Argentina. Selama menjabat sebagai presiden pada 2003, Kirchner menjadikan kepulauan tersebut sebagai prioritas utamanya. Pada Juni 2003, isu tersebut menjadi pembicaraan sebuah komite PBB, dan berbagai langkah telah ditempuh untuk membuka pembicaraan dengan Britania untuk menyelesaikan masalah ini. Penduduk Falkland tetap melihat diri mereka sebagai warga negara Britania.
Kepulauan Falkland atau Malvinas adalah rangkaian pertempuran laut yang paling besar dan panjang sejak perang Pasifik di masa Perang Dunia II. Perang yang disebut Operasi “bersama” olehInggris, berlangsung selama lima bulan, dan melibatkan operasi-operasi amfibi yang terpenting sejak pendaratan Incheon pada 1950, saluran pipa logistik sepanjang lebih dari 10.000 km, dan daerah pertempuran musim dingin yang jauhnya 5.300 km. dari pangkalan bersahabat terdekat dekat Pulau Ascension.
2.2 Awal Peperangan antara Argentina dan Inggris
Klaim Argentina atas Kepulauan Falkland (yang disebutnya Malvinas), didasarkan semata-mata pada kedekatan ke daratan Argentina dan apa yang disebutnya sebagai “warisan” kedaulatan dari pemerintahan Spanyol yang gagal pada 1810. Klaim ini mempunyai makna emosional penting bagi rakyat Argentina, dan telah selama beberapa generasi menjadi bagian kurikulum sejarah di sekolah negeri. Motivasi sesungguhnya bagi invasi Argentina pada April 1982 itu lebih disebabkan oleh ancaman yang dirasakan oleh junta militer Jenderal Leopoldo Galtieri yang berkuasa: ketidakstabilan internal di Argentina yang mengancam pemerintahan diktaturnya. Galtieri membutuhkan pengalihan perhatian yang mempersatukan, konflik luar untuk mengalihkan publik dan mempertahankan kontrol di dalam negeri.
Pada 19 Maret 1982, Argentina membuka konflik dengan mendaratkan 30 kapal rongsokan di Pulau Georgia Selatan dan mengibarkan bendera Argentina. Provokasi Argentina ini adalah untuk memancing perhatian tentara Inggris yang ada di Falkland. Pertahanan di Falkland terdiri dari 79 marinir Inggris dan 120 pertahanan sipil. Tentara Inggris di Falkland segera memakan umpan strategi Argentina dengan mengirim satuan tugas ke Georgia Selatan esoknya. 22 marinir dan seorang letnan dikirim kesena dengan kapal HMS Endurance dari Port Stanley/Puerto Argentino. Mereka diperintahkan untuk mengusir kapal-kapal perang Argentina itu kembali ke Argentina. Endurance tiba pada 23 Maret dan para marinir itu mendarat.
Dengan alasan meyelamatkan kapal-kapal mereka, Argentina mendaratkan 100 pasukannya ke Georgia Selatan pada 26 maret. Pengalihan serangan Argentina ke Georgia selatan menjadi alasan Argentina untuk menyerang seluruh Falkland. Pada subuh 2 april 1982 hari jumat sekitar 4500 pasukan Argentina yang terdiri dari angkatan laut, darat dan udara menyerang Puerto Argentino/Port Stanley. Pertahanan Falkland dengan ibukota Port Stanley diserbu dan diduduki pasukan Argentina dan akhirnya gubernur Inggris di kepulauan tersebut Rex Hunt menyerah pada Argentina.
Pengalihan serangan ke Georgia Selatan oleh Argentina merupakan kejutan, dan memberikan alasan bagi invasi 2 April di Pulau Falkland Timur dan direbutnya Stanley. Pasukan-pasukan tambahan Argentina tiba secara teratur dan dalam tempo 24 jam lebih dari 4000 pasukan Argentina mendarat di pulau-pulau itu.
Penguasa Argentina mengungsikan warga negara Inggris yang mendiami Falkland  ke kedutaan besar Inggris dengan pesawat ke sebuah negara Amerika latin . Argentina mengangkat Jenderal Benyamin Mendez sebagai gubernur militer di Falkland. Reaksi Inggris setelah invasi Argentina ke Falkland adalah memutuskan hubungan diplomatiknya pada hari itu juga-2 april 1982.
Pada 12 April, Inggris mengumumkan Zona Eksklusif Maritim 200 mil di sekitar pulau-pulau itu, dengan maksud memperlemah pasukan Argentina dan upaya-upaya memperkuat pasukannya. Tiga kapal selam penyerang nuklir Inggris memperkuatnya sampai tibanya gugus tugas atas air tiga minggu berikutnya. Sementara kapal-kapal selam itu terus melakukan operasi-operasi blokade sementara, 65 kapal Inggris dikirim ke Falklands pada akhir April: 20 kapal perang, 8 kapal amfibi, dan 40 kapal logistik dari Pasukan Tambahan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Laut Perdagangan.
Gugus tugas Inggris membawa 15.000 orang, termasuk kekuatan pendaratan yang terdiri atas 7000 Marinir Kerajaan dan tentara. Kapal-kapal logistik membawa bekal untuk pertempuran selama sekitar tiga bulan. Akhirnya, pada 25 April, sebuah kelompok aksi atas air Inggris yang terdiri atas dua kapal perusak, enam helikopter dan 230 pasukan menaklukkan pasukan pengawal Argentina yang jumlahnya 156 orang di Georgia Selatan.
Gugus tugas angkatan laut kerajaan Inggris tiba di timur Falkland pada1 Mei. Rencananya adalah membangun keunggulan laut dan udara dengan memikat kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat Argentina keluar dari daratan dan menghancurkan mereka, diikuti dengan pendaratan amfibi di Stanley. Dua kapal selam penyerang Inggris ditempatkan di utara Falklands untuk mengamati kapal-kapal Inggris dalam menghadapi gugus tugas angkatan laut Argentina yang utama dan kapal induk Veinticinco de Mayo, yang telah beroperasi di wilayah itu sejak 20 April. Kapal selam ketiga ditempatkan di selatan Falkland untuk memantau Exocet yang dipasang di kapal penjelajah Argentina General Belgrano dan dua kapal perusak yang mendampinginya. Kapal selam Inggris HMS Conqueror mentorpedo dan menenggelamkan General Belgrano, yang kehilangan 368 dari 1042 awaknya. Gugus tugas Argentina di utara kembali ke pangkalan dan tetap tinggal di sana hingga perang berakhir. De Mayo menurunkan pesawat-pesawat A-4nya yang beroperasi dari pangkalan-pangkalan lepas pantai hingga perang usai.
Serangan udara dari pangkalan-pangkalan di Argentina terhadap kapal-kapal Inggris sering terjadi selama perang. Meskipun memiliki pertahanan AAW (“anti-air warfare” – peperangan anti serangan udara) yang canggih serta menggunakan Sea Harriers yang cukup sukses dalam pertahanan udara ke udara, angkatan laut Inggris hanya bertahan dalam menghadapi kekuatan udara Argentina. Serangan pesawat Argentina menghantam sekitar 75 persen dari kapal-kapal Inggris dengan bom.
Namun hanya tiga kapal perang Inggris (satu perusak dan dua fregat) serta dua kapal pendarat yang tenggelam atau rusak berat oleh bom. Kapal-kapal Inggris lainnya yang tenggelam, satu kapal perusak (HMS Sheffield) dan satu kapal pemasok, dihantam oleh misil Exocet. Angkatan laut Inggris berhasil menghancurkan lebih dari setengah dari 134 pesawat tempur Argentina selama perang dengan menggunakan kombinasi perang listrik, Harriers, misil darat ke udara, dan artileri anti pesawat udara.
Perang diakhiri dengan menyerahnya Argentina pada 14 Juni 1982, setelah tiga minggu operasi amfibi Inggris dan operasi darat mereka di Pulau Falkland Timur. Senin 14 Juni pukul 21.00 waktu setempat, pasukan Argentina menyerah di Port Stanley, setelah 74 hari menguasai kepulauan tersebut. Brigjen Mario Benjamin Menendez, Panglima Pasukan Argentina di Malvinas yang pernah bersumpah akan bertahan “sampai prajurit dan peluru yang terakhir”, menandatangani pernyataan menyerah Senin malam itu. Segera setelah itu Panglima Pasukan Inggris yang memimpin penyerbuan ke Malvinas Mayjen Jeremy Moore mengirim kawat ke perdana menteri Margaret Thatcher: “Kepulauan Falklands kembali berada di bawah pemerintahan Inggris seperti dikehendaki penduduknya. God save the Queen.”
Tiga posisi pertahanan Argentina sehari sebelumnya telah jatuh: Tumbledown Mountain dan Mount William di sebelah barat daya kota dan Wireless Ridge di barat laut. Tinggal “Lini Galtieri” yang merupakan garis pembelaan Port Stanley terakhir, yang dipertahankan sekitar 7.000 tentara Argentina. Sambil melemparkan granat, pasukan payung dan pasukan komando Inggris bergerak maju dari berbagai posisi mereka, mengepung Argentina dan selama beberapa hari dihujani tembakan dari laut, mortir dan artileri, yang sudah terkepung rapat.
Banyak tentara Argentina yang dilaporkan melemparkan senjata mereka dan lari mundur. Menjelang senja, bendera-bendera putih terlihat dikibarkan dari bangunan-bangunan kayu di sekeliling kota pelabuhan tersebut. Pertempuran telah berakhir. Kemenangan ini disambut gembira di Inggris. Ratu Elizabeth II, yang putranya Pangeran Andrew, 22 tahun, bergabung dalam satgas ke Malvinas sebagai pilot helikopter, menyatakan “gembira dan lega”.
Perdana menteri Thatcher mempertimbangkan untuk mengunjungi Malvinas. Maksud dan tujuan mengunjungi pulau tersebut adalah untuk memanfaatkan kemenangan yang mengangkat tinggi popularitasnya ini untuk kepentingan politiknya. Mengenai masa depan Malvinas, Thatcher telah mengisyaratkan: pemerintahan sendiri tampaknya merupakan penyelesaian jangka panjang terbaik. Namun Inggris juga menghadapi masalah: 11 ribu pasukan Argentina yang menyerah (banyak di antaranya sakit dan kelaparan) jelas merupakan beban.
Perang yang menewaskan 243 tentara Inggris dan 420 tentara Argentina (menurut pengumuman resmi, walau diduga lebih banyak lagi yang tewas) menimbulkan guncangan lebih hebat di Argentina. Protes terhadap kekalahan di Malvinas berubah menjadi protes pada rezinl militeryang berkuasa. Kekalahan di Malvinas memang telah mengakhiri dukungan populer rakyat kepada junta militer Argentina yang telah berkuasa selama 6 tahun terakhir. Tatkala Presiden Galtieri melancarkan serbuan dan menduduki Malvinas 2 April lalu, sekonyong-konyong Argentina yang terpecah belah seakan bersatu. Galtieri, 55 tahun, mendadak dianggap pahlawan bangsa. Puluhan ribu orang berteriak menyebut namanya dalam suatu demonstrasi dukungan rakyat segera setelah tentara Argentina menduduki Malvinas.
Kini situasi berbalik. Galtieri, yang memerintahkan Brigjen Menendez menyerah, dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Letjen Leopoldo Fortunato Galtieri malahan kehilangan dukungan para rekannya. Selasa malam, sehari setelah tentara Argentina di Malvinas menyerah, para jenderal yang berkuasa memutuskan untuk mengganti Galtieri. Ia diberi pilihan: mengundurkan diri atau didepak ke luar. Galtieri, yang menjabat presiden selama 6 bulan, memutuskan mundur sebagai Panglima AD dan Presiden.
Selesainya perang di Malvinas mengembalikan Argentina kepada situasi dalam negeri yang sulit, yang kini mungkin lebih parah. Keadaan ekonomi: inflasi mencapai 131%, angka pengangguran 13% dan resesi ekonomi dunia yang memukul hebat industri dalam negeri, jelas menghantam negara yang berpenduduk sekitar 36 juta tersebut. Kekalahan Argentina akhirnya membuat presiden Argentina Jenderal Leopold Galtieri mengundurkan diri sebagai panglima angkatan darat dan presiden. BBC mengomentari pengunduran diri itu “orang yang memulai perang di Falkland menjadi korbannya yang paling akhir“.
2.2.1 Kekuatan Militer yang digunakan pada perang
1.    Kekuatan Militer Argentina
·            Kekuatan Angkatan Darat Argentina 130.000 personil dan 90.000 wajib militer;
·            Angkatan Laut 36.000 personil (wajib militer 18.000)bersama 185 Tank
·            Angkatan Udaranya 19.500 personil dengan 10.000 wajib militer
·            4 kapal selam, 1 kapal induk, 1 kapal penjelajah
·            9 kapal perusak, 6 penyapu ranjau , 10 kapal patroli
·            11 pesawat tempur serta 19 helikopter
·            9 pembom ,dan 145 pesawat tempur
1.    Kekuatan Militer Inggris
·           Angkatan darat 176.248 personil 1414 tank
·           Angkatan laut 74.687 personil dengan 32 kapal selam
·           Angkatan udara 92.701 personil dengan 132 pembom berat dan 325 pesawat tempur
·           2 kapal induk, 14 perusak, 46 fregat, 38 penyapu ranjau, 25 kapal patroli
·           20 pesawat tempur serta 90 helikopter
·           Jarak Inggris dan Falkland adalah 11.365 km
Kekuatan armada Inggris yang digunakan dalam perang Falkland, mencapai 65 kapal perang dengan 2 kapal induk HMS Invicible dan HMS Hermes. Jumlah yang sedikit bila dibandingkan konsentrasi armada kapal perang Amerika di laut tengah, 52 kapal perang dengan 4 kapal induk kelas tempur. Ataupun armada soviet di Asia pada tahun 82 atau dekade 80an dengan hampir 500 unit Angkatan laut modern, dengan 44 kapal tempur utama berpeluncur rudal, 151 kapal selam 74 diantaranya bertenaga nuklir.

2.3 Babak Baru Dalam Perselisihan
            Pada tahun 2003 (21 tahun setelah perang Falkland), Argentina kembali mempermasalahkan keabsahan pulau  malvinas adalah milik inggris. Argentina tetap ngotot ingin menjadikan pulau tersebut adalah milik kedaulatan negaranya. Klaim Argentina terhadap kepulauan malvinas menyebabkan Inggris tetap merupakan prioritas kebijaksanaan yang tinggi bagi Argentina.
Berbicara kepada Komite Dekolonisasi PBB, Bielsa mengatakan, pemerintah Inggris harus berhenti bersembunyi di belakang perang tahun 1982 itu untuk menghindari perundingan mengenai isu kedaulatan pulau tersebut. Inggris menyebut kepulauan itu sebagai Kepulauan Falklands dan berhasil mempertahankannya lewat perang tahun 1982 yang dimenangkannya. Merebut kembali kedaulatan kepulauan itu merupakan “tujuan tak bisa disisihkan bagi rakyat Argentina,” kata Bielsa dalam persidangan yang khusus disediakan bagi gugusan pulau Atlantik Selatan.
Bielsa menyampaikan kasus tersebut untuk dibahas PBB menyangkut isu-isu kedaulatan tiga pekan setelah kursi kepresidenan diisi oleh Nestor Kirchner, yang lama menjadi gubernur Provinsi Santa Cruz, Argentina selatan. Sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris, provinsi itu memiliki hubungan erat dengan Malvinas melalui perikanan dan perdagangan. Malvinas terletak sekitar 550 km lepas pantai Argentina, mulai dikuasai Inggris pada tahun 1833.
Perang Malvinas dilancarkan pemerintahan militer Argentina, guna menghimpun kembali kekuatannya. Bielsa mengatakan, pemerintahnya tidak bisa menerima alasan Inggris yang berpegangan pada perseteruan London dengan pemerintahan militer Argentina waktu itu, untuk menghindari perundingan menyangkut isu kedaulatan Malvinas. Ketika perang, PM Margareth Thatcher dibantu secara politis oleh Presiden AS, Ronald Reagan. Komite Dekolonisasi PBB diharapkan akan menyetujui sebuah rancangan resolusi menyangkut perseteruan tersebut yang meminta dimulainya kembali perundingan-perundingan yang akan menyelesaikan persengketaan secara damai.
Pasca perang yang dimenangi Inggris, perdana menteri Tony Blair adalah perdana menteri Inggris pertama yang mengunjungi Argentina sejak perang. Negara-negara Amerika Latin, termasuk anggota komite Bolivia, Venezuela dan Kuba, teguh di belakang tuntutan Argentina tersebut. Pekan lalu, Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengeluarkan pernyataan solidaritasnya dengan Argentina dalam hal tuntutan terhadap Malvinas. OAS menyerukan kepada Inggris dan Argentina untuk membuka kembali perundingan menyangkut persoalan itu sesegara mungkin.
Pada tahun 2007, pemerintah Buenos Aires kembali mengklaim bahwa kepulauan di Atlantik Selatan itu bagian dari kedaulatannya. Menlu Argentina Jorge Taiana menegaskan, pemerintahnya ingin merebut kembali Malvinas yang disebutnya telah diserobot oleh Inggris. Ambisi Argentina untuk mengklaim kepemilikan Malvinas memanaskan hubungan negara Amerika Selatan itu dengan Inggris. Karena 26 tahun lalu, kedua negara mengobarkan perang selama 74 hari dengan kemenangan di pihak Inggris.
Argentina secara sepihak membatalkan perjanjian bilateral eksplorasi minyak dengan Inggris dan mengumumkan sanksi-sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang mengeksplorasi di daerah yang disengketakan itu. Tidak ada lagi yang mempersatukan rakyat Argentina seperti ysng terjadi pada perang Falkland. Pada tahun 1982, Argentina dikuasai rejim militer sayap kanan, yang menyerang kepulauan itu untuk mengalihkan perhatian dari ekonomi yang merosot dan pelanggaran hak asasi manusia.
Dekolonialisasi Majelis Umum PBB (MU PBB) menuduh Inggris sengaja menghambat proses dialog secara terbuka untuk menentukan status Malvinas. Seperti diketahui, perang Malvinas berakhir pada 14 Juni 1982 setelah pasukan Argentina ditarik mundur namun Argentina tidak pernah secara resmi melepas kepulauan itu kepada Inggris. “Kengototan Inggris selama ini menghalangi dimulainya proses dialog yang terbuka dan jujur antara kedua negara. Argentina beberapa kali menawarkan untuk membuka negosiasi, namun Inggris menolaknya,” tegas Jorge. Perselisihan mengenai Malvinas itu sudah yang ke sekian kalinya membuka ‘perang’ kedua negara di PBB, bahkan Presiden Argentina Nestor Kirchner pekan lalu menegaskan Kepulauan Malvinas adalah milik mereka dan harus kembali menajdi milik Argentina.
Meski tidak menegaskan apakah upaya merebut Malvinas akan dilakukan dengan upaya terakhir (perang), Kirchner masih mengatakan pihaknya masih menempuh cara damai. “Perang itu merupakan kemenangan penjajah, karena itu Argentina masih memiliki legitimasi atas wilayah Malvinas. Saya mengatakan kepada Margareth Thatcher (PM Inggris waktu itu) bahwa Inggris memenangkan perang (1982) karena ia memiliki kekuatan besar. Namun ia tidak pernah mengalahkan Argentina dengan kekuatan akal atau keadilan,” katanya. Sementara Jorge menjelaskan bahwa Argentina berkeras menyelesaikan perselisihan mengenai kepemilikan Malvinas karena klaim Inggris di sana sangat mengganggu perjanjian mengenai batas teritorial, isu keamanan perairan dan hak pencarian ikan.
Secara bersamaan, majelis umum PBB mendesak Argentina dan Inggris memantapkan proses dialog dan kerjasama melalui upaya negosiasi guna menemukan solusi damai secepatnya. Dalam resolusi yang disponsori Bolovia, Chile, Kuba dan Venezuela, MU PBB juga mendesak agar pembicaraan Argentina dan Inggris melibatkan semua aspek. Namun mewakili penduduk Inggris di Malvinas, atau Falklands, Richard Davies yang juga anggota Dewan Legislatif  Falklands, justru menanggapi dingin imbauan MU PBB dan tuntutan Argentina itu.
Penduduk pulau itu menolak keras upaya negosiasi, pemimpin Argentina sengaja mengaitkan pulau itu sebagai bagian dari wilayah di abad pertengahan guna mengalihkan perhatian orang atas kegagalan di dalam negeri,” kata Davies. Falklands tidak berminat menjadi bagian dari negara Argentina. Setelah 25 tahun, kami tetap meghormati pengorbanan para tentara Inggris yang membebaskan kami,”
2.4 Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Mahkamah Internasional
Didalam penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional dikenal dengan istilah ajudikasi (adjudication), yaitu tekhnik hukum untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan. Perbedaanya dengan arbitrasi adalah bahwa ajudikasi mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh lembaga peradilan tetap, sedangkan arbitrasi dilakukan melalui prosedur ad hoc.
Secara ringkas, bagaimana prosedur penyelesaian adalah sebagai berikut :
a. Persengketaan antar negara akan diserahkan penyelesaiannya atau diproses oleh Mahkamah Internasional setelah pihak-pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan penyelesaiannya pada Mahkamah Internasional.
b. Dua pihak yang bersengketa masing-masing menunjuk seorang hakim untuk mewakili negara dalam proses persidangan. Dalam Mahkamah terdapat 15 orang hakim.
c.  Hakim wakil negara yang bersengketa memaparkan permasalahan yang menjadi sengketa.
d. Kedua wakil hakim diberi kesempatan menyempaikan argumentasi secara lisan di hadapat musyawarah 15 hakim.
e.  Persidangan dilanjutkan oleh 15 hakim Mahkamah Internasional. Dalam musyawarah tersebut, para hakim menyusun tanggapan pertamanya serta mendiskusikannya.
f.  Komisi Rancangan (Drafting Committee) segera dibentukm dan komisi segara menyususn secara berurutan tiap naskah pendapat para hakim, yang kemudian di baca oleh seluruh hakim dan menjadi bahan diskusi ataupun amandemen dalam rapat pleno para hakim.
g. Dari diskusi akhirnya muncul sebuah pendapat yang mendapat dukungan mayoritas hakim di persidangan. Pendapat akhir Mahkamah yang sebenarnya merupakan putusan dibacakan dalam persidangan terbuka, di depan para penasehat hukum kedua pihak yang bersengketa.
            Untuk sengketa antara Argentina dan Inggris belum ada kejelasan atau titik terang dari sengketa kepulauan Falkland, hal ini dikarenakan kemenangan pada perang tahun 1982 yang dimenangkan oleh Inggris tidak diakui keabsahannya oleh Argentina. Resolusi PBB untuk hal ini ialah perlu diadakannya penyelesaian untuk masalah,  berbagai cara telah dilakukan untuk mendamaikan kedua negara, mulai dari cara damai hingga cara paksa telah dilakukan. Namun, kedua belah pihak tidak mematuhi segala ketentuan dan tidak mau kalah dari rivalnya.












BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
            Sengketa kepemilikan kepulauan Falkland antara Argentina dan Inggris telah dinilai terlalu berlarut-larut dalam hal penyelesaiannya, sejak tahun 1982 kedua negara terus bersitegang untuk memperebutkan kepemilikan atas kepulauan Falkland. Berlarut-larutnya sengketa ini bukan karena tidak ada upaya penyelesaiannya, akan tetapi segala bentuk upaya penyelesaian yang dilakukan gagal, antara Argentina dan Inggris masing-masing ngotot memasukan kepulauan Falkland kedalam wilayah kekuasaannya. Hasil dari perang tahun 1982 tidak diindahkan oleh pihak Argentina, pada perang 1982 dimenangkan oleh inggris dan sengketa keduanya sempat meredam hingga 21 tahun lamanya, tahun 2003 Argentina kembali mempermasalahkan kepemilikan kepulauan Falkland. Hingga saat ini belum ada kepastian dari sengketa kedua negara tersebut.
3.2 Saran
            Untuk menghindari sengketa yang berkepanjangan seharusnya masyarakat dunia harus lebih sensitif akan hal-hal semacam ini, masyarakat dunia harus mampu menciptakan kedamaian diatas dunia. Setiap negara atau bangsa memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain, perbedaan pendapat atau bersitegang dalam satu hal adalah lumrah adanya, namun diharapkan tidak merugika dan berkepanjangan.


DAFTAR PUSTAKA

Featured Section

featured/recent

Simple Grid

6/sgrid/recent