Makalah Hukum Pajak
Tugas
MAKALAH
LEMAHNYA PAYUNG
HUKUM DAN KETIDAKPATUHAN
DALAM RUANG LINGKUP
PERPAJAKAN INDONESIA
OLEH :
BAMBANG SUNA
NIM 271414015
KELAS B
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TA. 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT, Karena dengan ijinnyalah saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
“Lemahnya payung hukum dan ketidakpatuhan dalam ruang lingkup perpajakan Indonesia”
sebagai tindak lanjut dari tugas makalah di mata kuliah hukum pajak. Salawat
serta salam atas nabi Mohammad Saw, juga kepada keluarga, sahabat dan
Insyaallah sampai kepada kita umatnya yang masih konsisten menjalani ajaran
beliau.
Dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat beberapa kekurangan yang berasal dari saya sendiri sebagai penyusun.
Jika saudara(i) pembaca menemui kekeliruan dalam makalah ini, maka saya sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Gorontalo, Maret 2015
Penyusun
|
i
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................1
I.1 Latar Belakang...........................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
I.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................3
II.1 Pengertian Pajak.......................................................................................3
II.2 Fungsi Pajak.............................................................................................4
II.3 Unsur Unsur Pajak....................................................................................5
II.4 Ciri Ciri Pajak...........................................................................................9
II.5 Pembagian Pajak.......................................................................................10
II.6 Tarif dan
Pengampunan Pajak..................................................................12
II.7 Payung Hukum dan
Pelaksanaan Penagihan Pajak..................................16
II.8 Kendala Penegakan
Hukum Dalam Pemungutan Pajak...........................28
BAB III
PENUTUP......................................................................................................31
III.1 Kesimpulan..............................................................................................31
III.2 Saran........................................................................................................31
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................33
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar
belakang
Indonesia sebagai negara yang
memiliki jumlah penduduk cukup besar harus mampu mengimbangi dengan pembangunan
disegala sektor guna menanggulangi segala tuntutan kebutuhan rakyatnya, dan
untuk melakukan pembangunan tersebut pemerintah membutuhkan dana yang cukup besar
pula. Sumber dana untuk pembangunan salah satunya berasal dari pajak yang
dibayarkan oleh rakyat kepada pemerintah, baik pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan
bermotor maupun pajak penghasilan merupakan sumber dana yang dibutuhkan
pemerintah dan dari pajak inilah keuangan negara dapat terisi yang selanjutnya
digunakan sebagian untuk pembangunan.
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak
masih saja ada rakyat dinegeri ini yang enggan melaksanakan kewajibannya kepada
pemerintah, yakni membayar pajak. Banyak masyarakat yang memiliki kendaraan
bermotor dan berpenghasilan diatas rata-rata tidak membayar pajak, ada juga
yang membayar pajak tapi dalam pembayarannya tersebut tidak konsisten, tapi
dari sekian banyak yang jarang membayar pajak tetap ada masyarakat yang
melaksanakan kewajibannya dengan baik serta konsisten.
1
|
I.2 Rumusan masalah
A. Bagaimana payung
hukum yang mengatur perpajakan diIndonesia bagi masyarakat yang enggan membayar pajak?
I.3
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana hukum diIndonesia mengatur
masyarakat yang enggan membayar pajak
2
|
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian
pajak
Jika
kita melihat pengertian pajak maka kita akan menjumpai beragam pengertian pajak
yang dikemukakan oleh para ahli. Untuk membandingkan pengertian pajak, berikut
adalah pengertian dari beberapa ahli mengenai pajak itu sendiri.
1.
PJA. Adriani
Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang
wajib membayarnya, menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang dapat ditunjuk yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2.
Rochmat Soemitro
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan dari sektor swasta kepada
sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (tegen prestatie)
yang langsung dapat ditunjuk untuk membiayai pengeluaran umum dan yang
digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk memcapai tujuan yang ada
diluar bidang keuangan
3
|
3.
Soeparman
Soemahamidjaja
Pajak
adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oelh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesehjateraan umum.
Sedangkan
jika ditinjau dalam kamus besar bahasa Indonesia, pajak adalah pungutan wajib,
biasanya berupa uang yang harus dibayar oelh penduduk sebagai sumbangan wajib
kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, jual
beli barang dan lain-lain.1
II.2 Fungsi
pajak
Dalam
penerapan pajak terdapat dua fungsi, yaitu :
1.
Fungsi keuangan
(Budgetair)
Struktur penerimaan negara telah cukup bergeser
dalam dasawarsa terakhir, yaitu dari penerimaan minyak dan gas ke penerimaan
pajak. Peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak memeperlihatkan kenaikan
yang cukup berarti pada tiap tahun anggaran.
Uang masyarakat yang dibayarkan kepada pemerintah
pusat dalam bentuk pajak pusat akan masuk ke kas negara dan selanjutnya diolah dalam
anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dan untuk pajak daerah dimasukan ke
kas daerah yang selanjutnya diolah dalam anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD).
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia
|
4
|
2.
Fungsi mengatur
(Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur
kesehjateraan rakyat dibidang sosial, ekonomi dan budaya.
Fungsi mengatur dari pajak dapat
diberikan contoh sebagai berikut:
-
Pajak yang
tinggi dikenakan terhadap minuman keras, yang dimaksudkan unntuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
-
Pajak yang
tinggi dikenakan pada barang-barang mewah dengan maksud mengurangi gaya hidup
yang konsumtif
-
Tarif pajak
untuk ekspor 0% dimaksudkan untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia.2
II.3 Unsur unsur pajak
Mengacu definisi pajak yang telah dipaparkan diatas,
khususnya definisi pajak yang dikemukakan oleh rahmat soemitro maka dapat
diketahui unsur-unsur pajak adalah sebagai berikut:
1.
Ada undang
undang yang mendasari
5
|
2 Suparnyo, 2012, Hukum pajak suatu sketsa
asas,Pustaka Magister. Semarang. Hlm 35
|
dilaakukan oleh penguasa dalam melaksanakan
pemungutan pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak akan dirugikan serta akan
memberontak terhadap sikap penguasa tersebut.
2. Ada penguasa pemungut pajak
Dalam
pemungutan pajak harus ada penguasa yang memungut pajak, pemungutan pajak tidak
dilakukan oleh pihak swasta. Jika penguasa tidak menjalankan fungsinya sbagai
pemungut pajak maka segala kegiatan ataupun kepemilikan benda tidak dapat
dikontrol dan diatur dengan baik.
3. Ada subjek pajak
Artinya
dalam pemungutan pajak harus ada subjek atau orang pribadi atau suatu instansi
yang nantinya akan dipunguti pajak. Peran subjek pajak dalam hal pemungutan
pajak sangatlah penting karena merupakan subjek yang dapat mengahsilkan dana yang
dibutuhkan oleh penguasa dalam
menjalankan roda pemerintahannya.
Jika
mendasar pada undang undang nomor 36 tahun 2008, yang menjadi subjek pajak
adalah :
-
Orang pribadi
-
Warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
-
Badan
-
Bentuk usaha
tetap3
3 Pasal 2 ayat (1) UU No 36 tahun 2008
|
6
|
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi
subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri4.
Subjek pajak dalam negeri adalah :
a.
Orang pribadi
yang bertempat tinggal diIndonesia, orang pribadi yang berada diIndonesia lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas )
bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada diIndonesia dan
mempunyai niat untuk bertemppat tinggal diIndonesia.
b.
Badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan diiIndonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang mempunyai kriteria :
-
Pemebentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan
-
Pembiayaannya
bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara atau angaran pendapatan
belanja daerah.
-
Penerimaannya
dimasukan ke anggaran pusat atau pemerintah daerah
-
Pembukuannya
diperiksa oleh aparat fungsional negara
c.
Warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak5.
Subjek pajak luar negeri adalah :
a.
7
|
4 Pasal 2 ayat (2) UU No 36 tahun 2008
5 Pasal 2 ayat (3) UU No 36 tahun 2008
|
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dIndonesia,
orang yang berada diindoonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia,
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap diIndonesia6.
4. Ada objek pajak
Artinya
dalam pemungutan pajak harus ada objek sebagai sasaran pemungutan pajak, yang
dapat berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa dalam menentukan objek dari
pemungutan pajak tersebut. Yang menjadi objek pajak pada pasal 4 ayat 1 undang
undang nomor 36 tahun 2008 adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun7.
5. Ada masyarakat atau kepentingan umum
Dalam
pemungutan pajak harus ada tujuan yang jelas mengapa harus dilakukan pemungutan
pajak terhadap masyarakat, contohnya sebagai pembangunan masyarakat yang berupa
kepentingan umum.
6 Pasal 2 ayat (4) UU No 36 tahun 2008
7 Pasal 4 ayat (1) UU No 36 tahun 2008
|
8
|
6. Ada surat ketetapan pajak
Surat
ketetapan pajak ini tidak bersifat mutlak, melainkan fakultatif atau untuk
pajak tertentu tidak memerlukan surat ketetapan pajak.
II.4 Ciri ciri
pajak
Jika ditinjau dari unsur unsur pajak yang ada
maka dapat dituliskan ciri ciri pajak adalah:
1.
Dipungut berdasarkan undang undang atau
peraturan daerah (PERDA) yang dapat dipaksakan
2.
Dapat berupa
pajak langsung ( pajak yang langsung dipungut oleh pemerintah melalui
aparaturnya) dan pajak tidak langsung ( dipungut oleh pihak ke tiga)
3.
Dapat dipungut sekaligus
( dipungut setiap ada perbuatan, keadaan atau peristiwa yang menimbulkan pajak)
atau berulang ulang ( artinya pajak dipungut secara periodik atau terus mnerus
)
4.
Tanpa ada
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk ( artinya pembayaran pajak yang dilakukan
oleh wajib pajak tidak mengakibatkan dia mendapat imbal balik yang secara
langsung diterima atau ditunjukan)
5.
Sebagai alat
pendorong ( artinya pajak dapat digunakan sebagai alat untuk medorong adanya
investasi)
6.
9
|
8 Ibid
|
II.5 Pembagian
pajak
Pembagian
pajak dapat dilakukan dengan meninjau sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan untuk memetakan pajak itu sendiri, antara lain
1. Pembagian pajak menurut golongannya
Jika
dilihat dari pembagian pajak menurut golongannya, maka pajak dapat dibedakan:
-
Pajak langsung
adalah pajak yang harus dipikuli sendri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain, misalnya pajak penghasilan.
Ciri ciri pajak
langsung antara lain:
a.
Dipungut secara periodik
b.
Mempunyai kohir / Surat Ketetapan Pajak
c.
Merupakan pajak yang dipungut langsung kepada Wajib
Pajak , sehingga ada 2 pihak yaitu Fiscus dan Wajib Pajak.
-
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dialihkan kepihak lain, misalnya pajak pertambahan nilai
(PPN).
Ciri ciri
yang melekat pada pajak tidak langsung antara lain:
a.
Dipungut tidak secara periodik
b.
Tidak berkohir
c.
Pemungutan melalui pihak ketiga, sehingga ada tiga pihak yang melakukan pemungutan pajak yaitu
fiscus, wajib pungut (WAPU) dan wajib pajak
10
|
2.
Pembagian pajak menurut kewenangan memungut
Jika ditinjau dari wewenang dalam hal memungut pajak maka
pajak dapat dibedakan kedalam:
-
Pajak pusat adalh pajak yang kewenangan memungutnya
ada pada pemerintah pusat, misalnya : pajak penghasilan (PPh), pajak
pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan lain lain.
-
Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan memungutnya
ada pada pemerintah daerah ( pajak provinsi dan pajak kabupaten/ kota),
misalnya pajak untuk provinsi : pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor, dan lain lain. Sedangkan pajak daerah kabupaten/kota
misalnya : pajak reklame, pajak hotel, pajak restoran, pajak penerangan jalan,
pajak parkir, dan lain lain.
3.
Pembagian pajak
menurut sifatnya
Jika
ditinjau dari sifatnya pajak dapat dibedakan menjadi:
-
Pajak pribadi
(pajak subjektif) yaitu pajak yang pemungutannya memperhatikan keadaan pribadi
wajib pajak (subjek pajak), misalnya pajak penghasilan (PPh) dalam menentukan
besar kecilnya utang pajak akan dilihat dari kondisi atau jumlah tanggungan
wajib pajak
-
Pajak kebendaan
(pajak objektif) yaitu pajak yang pemungutannya tidak memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak,. Yang dilihat hanya obejk pajaknnya saja, misalnya pajak
bumi dan bangunan (PBB), bea meterai, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak
penjualan atas barang mewah, dan lain lain.
11
|
II.6 Tarif dan
pengampunan pajak
1.
Tarif pajak
Tarif pajak dapat diketemukan dalam
hukum pajak materiil. Tarif digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besarnya
utang pjak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan.
Dalam praktik pemungutan pajak, tarif pajak digunakan dalam berbagai perundang
undangan pajak dapat berupa tarif tarif pajak sebagai berikut :
-
Tarif
proporsional/sebanding
Tarif proporsional atau sebanding adalah
tarif pajak yang presentasenya tetap atau tidak berubah, artinya semakin besar
yang dipakai sebagai dasar menentukan besarnya pajak terutang maka semakin
besar pula jumlah utang pajak yang harus dibayar. Namun, kenaikan besarnya
utang pajak diperoleh presentase yang sama atau tetap. Misalnya dalam undang
undang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang
mewah (undang undang nomor 18 tahun 2000) dinyatakan bahwa untuk pajak
pertambahan nilai ditetapkan 10 % ( sepuluh persen).
-
Tarif tetap
Tarif pajak adalah tarif pajak yang besarannya tetap terhdap
jumlah atau nilai objek yang dikenakan pajak. Misalnya tarif dalam menetapkan
pajak berupa bea meterai atas diterbitkannya dokumen suatu perjanjian sebesar
Rp. 6.000.00 (enam ribu rupiah)
12
|
-
Tarif progresif
Tarif progresif adalah tarif pajak yang presentase
pengenaanya semakin meningkat bila jumlah atau nilai objek yang dikenai pajak. Misalnya tarif dalam
undang undang pajak penghasilan yang menentukan bahwa bagi wajib pajak orang
pribadi akan dikenai tarif sesuai dengan lapisan penghasilan kena pajak.
Tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan kena
pajak bagi wajip pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
a.
Pengahasilan
kena pajak sampai dengan Rp. 50.000.00 ( lima puluh ribu rupiah ), maka tarif
pajaknya sebesar 5 % (lima persen) .
b.
Diatas
50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan 250.000.000.00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah), maka tarif pajaknya sebesar 15 % ( lima belas persen).
c.
Diatas
250.000.000.00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan 500.000.000.00
( lima ratus juta rupiah), maka tarif pajaknya sebesar 25 % ( dua puluh lima
persen)
d.
Diatas
500.000.000.00 ( lima ratus juta rupiah) maka tarif pajaknya sebesar 30 % ( tiga puluh persen )
Apabila dilihat dari kenaikan presentase tarifnya,
dalam tarif progresif dikenal:
a.
Tarif progresif
progresif, yaitu presentase kenaikan tarif semakin besar
b.
Tarif progresif
tetap, yaitu presentase kenaikan tarif tetap
c.
Tarif progresif
degresif, yaitu presentase kenaikan tarif semakin kecil
13
|
-
Tarif degresif
Tarif degresif adalah tarif pajak yang presentase
pengenaannya semakin menurun sejalan dengan pertambahan penghasilan atau dengan
kata lain presentase tarif yang digunakan akan semakin kecil jika jumlah atau
nilai objek yang dikenai pajak semakin besar9.
2.
Pengampunan
pajak (tax amnesty)
Pengampunan
pajak ( tax amnesty) adalah kebijakan pemerintah dibidang perpajakan yang
memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar terbusan
dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penrimaan pajak
dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh ( tax avaders) menjadi wajib pajak yang patuh (honest taxpayers) sehingga diharapkan akan mendorong peningkatan
kepatuhan sukarela wajib pajak (taxpayers
voluntarily compliance) dimasa yang akan datang.
Tax amnesty
berasal dari kata “amnesty” yang berarti memaafkan atau mengampunkan (forgiveness).
Tax amnesty dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu : filling
amnesty, record-keeping amnesty, revision amnesty, investigation amnesty dan
prosecution amnesty. Tax amnesty juga dapat diberikan sekali saja (one-shot
amnesty atau permanent amnesty) atau lebih dari satu (intermittent
amnesty atau temporary amnesty).
14
|
9 Ibid
|
kesempatan bagi wajib pajak yang selama ini
belum patuh. Sebaliknya bagi kelompok yang kontra, tax amnesty dapat
menimbulkan ketidakadilan (inequity) bagi wajib pajak yang patuh (honest
taxpayers) karena selama ini wajib pajak tersebut telah memenuhi
kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Kebijakan
pengampunan pajak dijalankan oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 26 Tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak. Pertimbangan yang dipakai adalah
bahwa dengan dilaksanakannya sistem perpajakan yang baru hasil reformasi di
bidang perpajakan tahun 1983.
Beberapa
prinsip yang dipergunakan dalam pengampunan pajak tahun 2004 tersebut adalah :
a.
Diberikan terhadap wajib pajak badan dan orang pribadi, yang telah terdaftar
atau yang belum terdaftar
b. Atas
pajak-pajak tahun 1983 dan sebelumnya yang belum pernah atau belum sepenuhnya
dikenakan atau dipungut dalam wujud kekayaan
c. Wajib
pajak harus aktif untuk meminta pengampunan pajak dengan melengkapi syarat
administrasi agar pengampunan pajak tidak gugur dengan sendirinya
d. Laporan kekayaan dalam rangka pengampunan pajak tidak akan
dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk apapun terhadap
wajib pajak.
15
|
II.7 Payung
hukum dan pelaksanaan penagihan pajak diindonesia
1.
Payung hukum
pajak diindonesia
Dalam
menjalankan suatu kebijakan maka harus dibarengi dengan aturan baik sebagai
pemaksa ataupun sebagai batasan dalam menjalankan kebijakan tersebut, dalam hal
ini pembahasannya lebih mengerucut pada pelaksanaan hukum yang mengatur
perpajakan diindonesia, terdapat beberapa aturan atau undang undang yang telah
dikeluarkan untuk mengatur pajak diindonesia, contohnya
-
Undang undang
nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat terhadap undang undang nomor 7
tahun 1983 mengenai pajak penghasilan (PPh)
-
Undang undang
nomor 12 tahun 1985 yang kemudian dirubah menjadi undang undang nomor 12 tahun
1994 tentang pajak bumi dan bangunan (PBB)
-
Undang undang
nomor 13 tahun 1985 tentang bea meterai
-
Undang undang
nomor 42 tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas
barang mewah ( PPN & PPnBM )
-
Undang undang
nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP).
16
|
Undang undang yang telah dituliskan
diatas merupakan undang undang yang mengatur segala bentuk pajak yang diterapkan
diindonesia yang beberapa diantaranya telah mengalami perubahan hingga berulang
ulang, tapi tetap saja walau dirubah hingga beberapa kali aturan mengenai
perpajakan ini kurang tegas dan bisa dikatakan lemah dibandingkan dengan undang
undang lainnya. Hukum pajak digolongkan kedalam hukum publik sehingganya
diperlukan suatu ketegasan dalam menjalankannya, tapi nyatanya ketegasan itu
sangat kurang ditemukan dalam penerapan
hukum pajak dimasyarakat. Misalnya orang pribadi atau badan sebagai wajib pajak
yang tidak membayar pajak belum ada suatu ketegasan dari hukum yang dibuat oleh
pemerintah, dan bagi mereka yang tidak patuh terhadap kebijakan pajak hanya
diberikan suatu pengampunan pajak. Sehingganya masyarakat akan berfikir buat
apa bayar pajak, toh nantinya juga kebijakannya seperti itu. Walaupun dalam
undang undang dasar telah disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperlua negara diatur dengan undang undang10,
tapi undang undang yang dikeluarkan tidak mencitrakan ketegasan dari peraturan
yang dibuat oleh pemerintah.
1.
Pelaksanaan
Penagihan pajak
Dalam pelaksanaan penagihan dapat
dilakukan dengan tiga langkah berikut:
1.
Tindakan Penagihan Pasif
Tindakan penagian pasif maksudnya adalah
penagihan yang dimulai sejak penyampaian Dasar Penagihan Pajak yang meliputi
Surat tagihan Pajak (STP,
10 Pasal 23 A Undang Undang Dasar
1945
|
17
|
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) dan apabila belum berhasil maka menggunakan Surat Teguran.
2.
Tindakan Penagihan Aktif
Tindakan penagihan aktif maksudnya adalah tindakan penagihan
yang dimulai dari penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa dan dilanjutkan dengan
tindakan sita dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Adapun
antara tindakan satu dengan yang lainnya mempunyai rentang waktu yang telah
ditetapkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
147/KMK.04/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 ditetapkan jadwal penagihan adalah
selama 58 (lima puluh delapan) hari. Tindakan penagihan diawali dengan
penerbitan Surat Teguran dilanjutkan dengan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman lelang dan diakhiri dengan lelang.
Penegasan istilah
dalam unsur Penagihan Aktif dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.
Surat Teguran
Menurut
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 Pasal 1 sub 10 surat teguran adalah surat
yang diterbitkan oleh Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menegur atau
memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi pajaknya. Surat teguran diterbitkan 7
(tujuh) hari sejak jatuh tempo. Surat teguran merupakan awal dari tindakan
penagihan sebelum tindakan penagihan dilaksanakan.
18
|
b.
Surat Paksa
Menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 sub 12 adalah surat perintah membayar utang
pajak dan biaya penagihan.
Dijelaskan
dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 bahwa Surat Paksa
diterbitkan apabila :
a.
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan
kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain
yang sejenis.
b.
Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus.
c.
Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak11.
Selanjutnya
apabila dilihat dari segi isinya Surat Paksa memuat hal-hal sebagai berikut :
a.
Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan “ yang dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b.
Nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak, keterangan cukup
tentang alasan yang menjadi dasar penagihan, perintah membayar.
c. Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat berwenang yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.
Surat Paksa
menurut Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 sekurang-kurangnya
harus memuat :
a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan
Penanggung Pajak
19
|
11 Pasal 8 ayat (1) UU No 19
Tahun 2000
|
b. dasar penagihan
c. besarnya utang pajak
d. perintah untuk membayar.
Dari segi
karakteristiknnya Surat Paksa mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a.
Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse
putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada
Hakim atasan.
b.
Mempunyai kekuatan hukum yang pasti (In Kracht Van
Gewijsde).
c.
Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya –
biaya penagihan)
d.
Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau
penyanderaan / pencegahan.
Surat Paksa
dikeluarkan segera setelah lewat 21 (dua puluh satu hari) sejak tanggal Surat
Teguran, apabila Penanggung Pajak atau Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak
yang harus dibayar. Surat Paksa diberitahukan oleh juru sita dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut : Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi,
surat paksa diserahkan kepada :
a.
Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau
di tempat lain yang memungkinkan.
b.
20
|
c.
Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau
yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meningal dunia
dan harta warisan belum terbagi.
Dalam hal
Wajib Pajak Badan, surat paksa diserahkan kepada:
a.
Pengurus, pemegang saham dan pemilik modal baik di
tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun
ditempat lain yang memungkinkan ; atau
b.
Pegawai tingkat pimpinan di tempat kedudukan atau
tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat
menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada huruf a).
c.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa
diberitahukan kepada Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal
Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan
kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau
likuidator.
d.
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa
dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud.
Apabila
pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat
dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah.
3.
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
21
|
a.
Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai
dan deposito berjangka tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu obligasi saham atau surat berharga lainnya,
piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain.
b.
Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan
kapal dengan isi kotor tertentu.
22
|
a.
Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang
digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Pengertian makanan dan minuman termasuk obat-obatan yang dipergunakan/diminum
dalam hal Penanggung Pajak dan atau keluarganya sakit. Sedangkan obat-obatan
untuk diperdagangkan tidak termasuk dalam obyek yang dikecualikan dari
penyitaan.
b.
Persediaan makan dan minuman untuk keperluan satu
bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
c.
Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang
diperoleh dari negara.
d.
Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan
penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan
dan keilmuan.
e.
Peralatan dalam jabatan yang masih digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak
lebih dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)
f.
Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh
penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya12.
23
|
12 Pasal 15 ayat (1) UU
No. 19 tahun 2000
|
terhadap
barang bergerak. Keadaan tertentu, misalnya, Jurusita Pajak tidak menjumpai
barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita, atau barang bergerak yang
dijumpainya tidak mempunyai nilai, atau harganya tidak memadai jika dibandingkan
dengan utang pajaknya. Pengertian kepemilikan atas tanah meliputi, antara lain,
hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak guna usaha. Yang dimaksud
dengan penguasaan berada ditangan pihak lain, misalnya, disewakan atau
dipinjamkan, sedangkan yang dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, misalnya, barang yang dihipotekkan,
digadaikan, atau diagunkan.
Pada
dasarnya penyitaan terhadap badan dilakukan terhadap barang milik perusahaan.
Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik
perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan
penyitaan terhadap barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan
terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan. Dalam memperkirakan
nilai barang yang disita, Jurusita Pajak harus memperhatikan jumlah dan jenis
barang berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan
secara berlebihan. Dalam hal tertentu Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta
bantuan Jasa Penilai.
4.
Pengumuman
Lelang
24
|
Pengumuman
lelang untuk barang bergerak dilakukan satu kali dan untuk barang tidak
bergerak dilakukan dua kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai
paling banyak Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta) tidak harus diumumkan melalui
media massa. Sebelumnya Pejabat yang bertindak sebagai penjualan atas barang
yang disita mengajukan permintaan lelang kepada kantor lelang sebelum lelang
dilaksanakan untuk mendapatkan kepastian hari, tanggal dan tempat untuk
dilaksanakan pelelangan.
5.
Pelelangan
25
|
- Lelang tetap dapat
dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh wajib pajak belum memperoleh
keputusan keberatan.
- Lelang
tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh penanggung pajak.
- Lelang tidak dlaksanakan apabila penanggung pajak telah
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasar putusan
pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak, atau objek lelang musnah
3. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Penagihan
seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak
dan tahun pajak. Penagihan seketika dan sekaligus diterbitkan oleh pejabat
apabila :
1.
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat
untuk itu.
26
|
3.
Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya
atau menggabungkan usahanya atau memekarkan usahanya atau memindah-tangankan
perusahan yang dimiliki atau dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk
lainnya.
4.
Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
5.
Terjadinya penyitaan atau barang Penanggung Pajak oleh pihak atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.
Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat :
1.
Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran.
2.
Tanpa didahului Surat Teguran.
3.
Sebelum Jangka Waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan.
4. Sebelum
Penerbitan Surat Paksa.
Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat:
a.
nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung
Pajak
b.
besarnya utang pajak
c.
perintah untuk membayar
d.
saat pelunasan pajak.
27
|
II.8 Kendala penegakkan
hukum dalam pemungutan pajak
Suatu
gejala yang mengkhawatirkan penegakan hukum dan keadilan dipengadilan adalah
keadilan hukum yang tidak sejalan lagi keadlan masyarakat. Dengan kata lain,
putusan hakim dipengadilan tidak sejalan lagi dengan norma norma yang ada dalam
masyarakat13.
Dalam
pemungutan pajak dituntut kesadaran setiap warga Negara yang menjadi wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya. Kurangnya atau tidak adanya
kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara
mengakibatkan timbulnya penolakan dan perlawanan terhadap pajak yang merupakan
kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan
kas negara. Perlawanan terhadap pajak tersebut terdiri dari perlawanan aktif
dan perlawanan pasif, yaitu :
1. Perlawanan Pasif.
1. Perlawanan Pasif.
28
|
13 Fence M. Wantu,2011, Idee Des Recht, Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. Hlm 173
|
a.
Struktur ekonomi : Struktur ekonomi
suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak di negara tersebut. Hal ini terkait
dengan penghitungan pendapatan netto oleh wajib pajak sesuai dengan norma
perhitungannya.
b.
Perkembangan moral dan intelektual
penduduk : Di desabkan ketidaktahuan masyarakat mengenai
pentingnya pajak bagi pembangunan Negara, dan kurangnya sosialisai dari pemerintah tentang wajib pajak.
pentingnya pajak bagi pembangunan Negara, dan kurangnya sosialisai dari pemerintah tentang wajib pajak.
c.
Cara / gaya hidup masyarakat : Gaya hidup
masyarakat di suatu negara mempengaruhi besar kecilnya penghasilan yang mereka
peroleh dan besar kecilnya penghasilan tersebut mempengaruhi besar kecilnya
penerimaan kas negara.
d. Mekanisme pemungutan
pajak yang rumit : Perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian
formulir yang rumit menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang
berbelit-belit yang menyulitkan pembayar pajak dan membuka celah untuk
negosiasi antara petugas dan pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya
penghindaran pajak, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari
adanya perlawanan pasif terhadap pajak.
2. Perlawanan aktif
29
|
a.
Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance),Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka
peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam
penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran pajak dilakukan
dengan tiga cara, yaitu: Menahan Diri, yang dimaksud dengan menahan diri yaitu
wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b.
Pindah Lokasi, yaitu memindahkan
lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi kelokasi yang
tarif pajaknya lebih rendah.
c.
Penghindaran pajaks ecara yuridis,Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang
dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar
potensial penghindaran pajak secara yuridis. Celah undang-undang merupakan dasar
potensial penghindaran pajak secara yuridis. Suatu undang-undang dirumuskan
tidak jelas karena kesengajaan maupun ketidaksengajaan pembuat Undang-Undang.
Kesengajaan pembuat undang-undang terjadi karena latar belakang politis dari
pembuat undang-undang tersebut.
30
|
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hukum
pajak adalah suatu aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur dan
mengendalikan jumlah uang yang beredar dimasyarakat dengan cara membuat
kebijakan agar masyarakat membayar pajak atas kegiatan atau peristiwa yang
dilakukan oleh masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan banyak undang undang
mengenai pajak tapi tetap saja tingkat kepatuhan masyarakata terhadap kebijakan
pemerintah belum maksimal.
Pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari
sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat
suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan
tugas tugasnya dalam pemerintahan. Pajak dibayarkan oleh wajib pajak pada saat
jatuh tempo atau pada saat melakukan hal – hal yang dapat dikenakan pajak,
Melalui pembayaran pajak Negara dapat membiayai kepentingan Negara dan
membangun sarana dan prasarana yang dapat berguna bagi kepentingan umum.
III.2 Saran
Demikianlah makalah “lemahnya payung hukum dan ketidakpatuhan dalam ruang lingkup perpajakan indonesia”, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
31
|
Dalam penyusunan makalah
ini masih terdapat kekurangan baik isi maupun struktur kalimat didalamnya, maka
dengan itu saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran dari saudara(i)
pembaca demi sempurnanya makalah ini.
Sekian
32
|
DAFTAR PUSTAKA
Suparnyo,
2012, Hukum Pajak Suatu Sketsa Asas,
Pustaka Magister. Semarang
Wantu,
Fence M, 2011, Idee Des Recht,
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Kamus
Besar Bahasa Indonesia
Undang
Undang DasarNegara Republik Indonesia tahun 1945
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan
keempat terhadap undang undang nomor 7 tahun 1983 mengenai pajak penghasilan
(PPh)
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan
pajak dengan surat paksa
33
|
3 comments
Pendidikan Kewarganegaraan Membangun Karakter Bangsa